Lo Ingin Meruqyah Maka lo harus ketahui dulu Sifat-sifat Peruqyah dan Pasiennya
Ruqyah merupakan perkara yang disyariatkan. Tentunya seorang peruqyah perlu memperhatikan rambu-rambu syariat dalam meruqyah. Sehingga dia tidak ngawur dan melanggar syariat Allah. Hendaknya dia memiliki kriteria sebagai berikut...........
a. Ikhlas kepada Allah dalam setiap ucapan dan perbuatannya.
Semestinya dia bertauhid kepada Allah dalam seluruh ibadahnya tanpa sedikit pun berbuat syirik kepada Allah. Jika meruqyah, hendaknya mengikhlaskan permintaan tolong dan perlindungannya hanya kepada Allah untuk menggapai kemanfaatan dari ruqyah yang dia lakukan.
Seharusnya dia mengetahui bahwa ruqyah yang digunakannya termasuk yang disyariatkan. Hendaknya dia mengambil ruqyahnya dari Al-Qur`an, As-Sunnah, dan doa-doa yang ma’ruf. Jika dia tidak mengetahui ruqyahnya disyariatkan atau tidak, semestinya bertanya kepada orang yang berilmu. Bila dia seorang yang bodoh, bukan ahlul ilmi, dan tidak mampu untuk menelaah ruqyah yang digunakan atau ditinggalkannya, berarti ini merupakan tanda bahwa dia tidak bisa. Dia tidak diperbo-lehkan bahkan tidak pantas diberi kesem-patan untuk meruqyah.
c. Bertujuan untuk memberi kemanfaatan kepada orang lain.
Sudah seharusnya dia bertujuan dengan ruqyahnya itu untuk memberi kemanfaatan kepada saudaranya yang membutuhkan. Ini adalah sifat yang mulia dan dianjurkan. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Jabir z bahwa Rasulullah S.A.W bersabda.........
“Barangsiapa di antara kalian yang mampu memberi kemanfaatan bagi saudaranya maka hendaknya dia lakukan.”
Memberi kemanfaatan kepada saudara kita yang membutuhkan atau sakit adalah perbuatan baik, yang sangat dituntut sesama hamba Allah. Hamba yang paling dicintai oleh Allah adalah seorang yang paling bermanfaat bagi hamba-hamba-Nya.
d. Membuat orang yang diruqyah hanya bergantung kepada Allah.
Bila meruqyah, seharusnya dia tidak membuat orang yang diruqyah bergantung kepada dirinya. Jika dia telah sering meruqyah orang lain sampai sembuh, maka tidak perlu dia menceritakannya kepada yang akan diruqyah, sehingga tidak menim-bulkan keyakinan yang salah terhadap dirinya. Sepantasnya dia menanamkan kepada orang yang akan diruqyah bahwa yang mampu menyembuhkan adalah Allah semata.
Adapun ruqyah adalah sebab, demikian pula dirinya bukan pencipta akibat. Namun sangat disayangkan, kebanyakan peruqyah membuat orang yang diruqyah merasa yakin terhadap dirinya seolah-olah dialah yang menyembuhkan. Dalam hal ini korban yang paling banyak adalah para wanita dan orang-orang yang bodoh.
e. Khusyu’, tunduk, dan meren-dahkan diri hanya kepada Allah.
Ini adalah kelanjutan dari pembahasan yang sebelumnya. Seharusnya dia tidak membesar-besarkan dirinya di hadapan orang yang akan diruqyah. Sebagaimana dia juga tidak merasa besar terhadap dirinya sendiri. Niatnya adalah memberi keman-faatan kepada orang lain dengan seizin Allah, bukan untuk merasa besar dan membesar-besarkan diri. Sehingga dia tidak membuat manusia bergantung kepada dirinya, tetapi kepada Allah dengan menggunakan dzikir dan wirid-wirid yang disyariatkan di dalam As-Sunnah.
f. Menghindarkan diri dari celah-celah dosa dan fitnah.
Seharusnya dia tidak mengikuti langkah-langkah setan yang bisa menggelin-cirkannya ke dalam kubangan dosa dengan alasan ruqyah. Terlebih lagi bila yang diruqyah adalah wanita. Seringkali setan menggunakan kesempatan ini untuk menjatuhkan peruqyah ke dalam dosa.
Misalnya, setan menggodanya untuk berkhalwat (berduaan) dengan wanita yang diruqyah padahal bukan mahramnya. Atau menggodanya untuk menyentuh bagian tubuh wanita itu dengan tangannya, dengan alasan agar ruqyahnya lebih manjur, dsb. Oleh karena itu, banyak dari kalangan peruqyah yang rusak agamanya rusak setelah terlibatan dalam dunia ruqyah.
(Lihat transkrip ceramah Asy-Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alus-Syaikh hal. 7-8)
Insya Allah nanti akan kita jelaskan praktek-praktek ruqyah yang menyimpang supaya kaum muslimin tidak mudah diperdaya oleh para peruqyah gadungan yang melanggar syariat Allah.
Adapun orang yang diruqyah hendaknya memiliki kriteria sebagai berikut.........
a. Memperbesar harapannya ke-pada Allah dalam meminta perto-longan dan perlindungan.
Karena Allah berfirman.........
“Jika Allah menimpakan kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya.”
(Yunus: 107)
“Jika Allah menimpakan suatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dan Dialah yang berkuasa atas sekalian hamba-hamba-Nya. Dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.”
(Al-An’aam: 17-18)
“Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku.”
(Asy-Syu’ara`: 80)
b. Meninggalkan rasa was-was.
Seharusnya dia tidak mengikuti rasa was-was yang muncul pada dirinya, karena hal itu berasal dari setan. Bila dia larut dalam rasa was-was itu, justru secara tidak langsung dia telah membantu setan untuk lebih menguasai dirinya. Karena itulah kita melihat kebanyakan orang yang tertimpa oleh penyakit was-was gampang dimasuki oleh jin atau terkena penyakit lainnya.
Di samping itu, orang yang dihantui perasaan was-was akan membayangkan hal-hal yang bersifat halusinasi, sehingga dia akan semakin lemah dan bertambah penyakitnya baik secara kualitas maupun kuantitas. Maka wajib atas orang yang memiliki was-was untuk memperkuat tawakalnya kepada Allah dan menjalani berbagai sebab yang disyariatkan guna menyembuhkan penyakitnya. Demikian pula, hendaknya dia melawan segala rasa was-was itu dan tidak mengikutinya dengan cara berlindung kepada Allah.
c. Mempelajari wirid, bacaan, dan doa-doa yang disyariatkan.
Seharusnya dia tidak selalu menggu-nakan orang lain dalam meruqyah dirinya. Hendaknya dia mulai menanamkan keya-kinan bahwa dirinya mampu untuk meruqyah sendiri tanpa membutuhkan orang lain.
Kemudian dia bersungguh-sungguh mempelajari wirid, bacaan, dan doa-doa yang disyariatkan untuk dipakai meruqyah dirinya sendiri. Ruqyah-ruqyah yang dipelajarinya itu sangat bermanfaat guna mengobati atau membentengi dirinya dari berbagai gangguan setan dan penyakit.
Untuk meruqyah dirinya, dia bisa membaca seperti surat Al-Fatihah, Al-Ikhlash, Al-Falaq, An-Naas, Ayat Kursi, dan yang lainnya. Dia bisa membaca ruqyah-ruqyah itu sebelum tidur, di pagi dan sore hari, setelah shalat wajib, atau waktu-waktu lain sesuai dengan yang dituntunkan oleh Rasulullah S.A.W.
Wirid-wirid yang dibacanya itu ibarat baju atau besi yang dipakai untuk membentengi dari beragama bahaya.
Wirid-wirid itu adalah sebab yang bermanfaat untuk melindungi dirinya. Sedangkan pemberi manfaat dan penolak bahaya yang sebenarnya adalah Allah.
(Ibid, hal. 8)
Komentar
Posting Komentar